Warga Asing Jadi Pusat Perdebatan dalam Kampanye Pemilu yang Tegang di Jepang
14 Jul 2025 - oleh : KarirJepang.id
14 Jul 2025 - oleh : KarirJepang.id
Menjelang pemilu Majelis Tinggi Jepang pada 20 Juli mendatang, kebijakan terhadap warga asing di Jepang telah menjadi isu sentral. Partai-partai oposisi konservatif kecil mulai menunjukkan peningkatan dukungan di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap koalisi penguasa yang telah lama mendominasi.
Kebangkitan partai nasionalis kecil Sanseito, yang mengusung kebijakan pengawasan ketat terhadap warga asing dengan slogan “Utamakan Jepang” (Japanese First), telah mendorong isu ini menjadi sorotan utama dalam perdebatan politik. Dalam beberapa survei media baru-baru ini, partai tersebut bahkan menempati posisi kedua dalam hal popularitas.
Para analis memperingatkan bahwa perdebatan ini tidak hanya bersifat jangka pendek untuk kepentingan pemilu, melainkan berisiko memperdalam diskriminasi dan perpecahan sosial jika retorika xenofobia — yang seringkali tidak berbasis fakta — semakin diterima oleh publik.
Perhatian terhadap warga asing kini meluas, tidak hanya terbatas di media sosial yang kadang didominasi oleh sentimen eksklusif, terutama karena adanya anggapan bahwa Partai Demokrat Liberal (LDP) yang dipimpin Perdana Menteri Shigeru Ishiba tengah memperluas upaya untuk mendatangkan lebih banyak warga asing ke Jepang.
Sejumlah insiden yang melibatkan segelintir warga asing — seperti mengemudi ugal-ugalan terkait aturan konversi SIM dan dugaan penyalahgunaan layanan publik — tampaknya telah memicu rasa ketidakpuasan di kalangan sebagian masyarakat Jepang.
Bahkan partai-partai besar, termasuk LDP, kini berlomba-lomba menunjukkan sikap tegas terhadap isu imigrasi, sembari berusaha menyeimbangkan seruan akan pentingnya hidup berdampingan. Ishiba sendiri berencana membentuk pusat komando baru di bawah Sekretariat Kabinet untuk menangani isu ini.
Dalam kampanye pemilu kali ini, LDP mengambil posisi yang lebih keras dibanding sebelumnya, dengan janji untuk mencapai “nol warga asing ilegal,” sementara mitra koalisinya, Komeito, berjanji akan meningkatkan manajemen izin tinggal.
Partai oposisi Democratic Party for the People, yang berhasil melipatgandakan jumlah kursinya dalam pemilu Majelis Rendah tahun lalu berkat dukungan pemilih muda, menyerukan adanya regulasi ketat terhadap pembelian properti oleh warga asing.
Sementara itu, Constitutional Democratic Party of Japan, partai oposisi utama yang berhaluan kiri, mendorong pembentukan undang-undang untuk memajukan “masyarakat koeksistensi multikultural” sebagai respons terhadap perubahan sosial ekonomi akibat meningkatnya jumlah penduduk asing.
Sanseito tetap menjadi partai dengan sikap paling keras, menyerukan penghentian bantuan kesejahteraan bagi warga asing, pelarangan mereka bekerja di sektor publik, dan pembentukan badan imigrasi terpusat. Partai ini juga mengusung konformitas budaya yang lebih ketat bagi warga asing di Jepang.
Pemimpin Sanseito, Sohei Kamiya, menyatakan bahwa globalisasi adalah “penyebab kemiskinan di Jepang,” dengan alasan bahwa warga asing membeli tanah dan saham perusahaan Jepang serta bahwa jumlah pekerja asing meningkat secara berlebihan akibat kekurangan tenaga kerja.
Bersama Sanseito, Conservative Party of Japan yang juga berhaluan kanan turut mengkritik warga asing. Pemimpinnya, Naoki Hyakuta, bahkan mengatakan awal bulan ini bahwa mereka “tidak menghormati budaya Jepang, melanggar aturan, menyerang warga Jepang, dan mencuri barang-barang mereka.”
Mengingat koalisi penguasa yang dipimpin LDP saat ini tidak memiliki mayoritas di Majelis Rendah yang lebih berkuasa, kemungkinan Ishiba akan bekerja sama dengan partai-partai konservatif untuk mempertahankan pemerintahannya “tidak bisa dikesampingkan,” kata Akihiko Noda, peneliti dari Sompo Institute Plus.
Sanseito yang didirikan pada 2020 dan Conservative Party of Japan yang dibentuk pada 2023, masing-masing berhasil meraih tiga kursi dalam pemilu Majelis Rendah akhir Oktober lalu.
Namun data kepolisian menunjukkan bahwa kasus-kasus yang melibatkan warga asing justru menurun hingga tahun 2022, dan hanya mengalami sedikit peningkatan pada 2023. Proporsi warga asing dalam seluruh kasus yang dilaporkan juga stabil di sekitar 2 persen selama dekade terakhir.
“Ketika isu seputar warga asing diperdebatkan dalam kampanye pemilu, penting juga untuk diakui bahwa beberapa klaim yang beredar tidak berbasis fakta,” ujar Takahide Kiuchi, ekonom eksekutif di Nomura Research Institute.
Dari sisi ekonomi, jumlah warga negara Jepang menurun hingga rekor 898.000 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 120,3 juta per Oktober 2024, menurut estimasi pemerintah. Angka ini menyoroti tantangan tenaga kerja yang akan membebani pertumbuhan ekonomi Jepang ke depan.
“Memang perlu menangani situasi di mana sebagian warga asing melakukan kejahatan, menimbulkan gangguan, atau menyalahgunakan sistem publik yang memicu rasa tidak nyaman dan ketidakadilan di kalangan masyarakat,” tambah Kiuchi.
“Namun di saat yang sama, memajukan hidup berdampingan dengan warga asing mungkin menjadi kunci untuk menghidupkan kembali perekonomian Jepang dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya,” ujarnya lagi.
Jumlah warga asing yang tinggal di Jepang tercatat mencapai rekor 3,77 juta jiwa hingga akhir 2024, menurut Badan Layanan Imigrasi Jepang.
Sumber;
https://english.kyodonews.net/